Anomali

Aneke Desiana
1 min readFeb 21, 2022

--

Pukul 10 malam. Jalan pulang yang temaram. Lampu-lampu jalan berkedip sendu. Aku melempar tawa pada candaan yang biasa. Dingin, tak bernyawa, tapi sepenuh hati. Orang berlalu lalang diluar — terlihat acuh dengan perihalku, perihalmu, atau apa saja yang ada diantaranya.

Kata-kata keluar dari mulutmu berupa sederet pertanyaan mengenai apa siapa kapan dimana dan bagaimana. Aku tertawa. Satu-satu, kataku. Aku nyeleneh dan semakin geli melihatmu menyimak sungguh-sungguh.

Seketika hiruk pikuk sirna dan yang tersisa hanya latar belakang yang kabur dengan kita sebagai fokusnya. Aku bintang utama yang selalu kabur jika disorot kamera. Diam-diam, aku tahu kau satu-satunya penonton bioskop yang selalu sabar menunggu. Film diputar lebih dari 4 kali dan kau tetap belum beranjak dari kursi penonton. Aku tersenyum tipis. Percuma, kataku.

Tak seperti biasanya, kau terbahak girang. Rupanya selama ini lakon dan aku memang sudah menduganya.

Hidup ini dipenuhi dengan anomali yang menolak untuk dijawab. Tapi beberapa hal menjadi mahakarya justru karena ia dibiarkan tidak selesai begitu saja.

--

--

Aneke Desiana

’01. part-time student and diarist, full-time daughter.